Sejarah Kue Kering Jadi Sajian Khas Lebaran, Pengaruh Budaya Eropa?
Saat ini nastar, kastengel, putri salju, kue kacang,
dan aneka varian kue kering lainnya agaknya telah menjadi
sajian khas hari raya Idul Fitri atau lebaran masyarakat Indonesia. Tak salah
jika setiap bulan Ramadan tiba keberadaan berbagai macam kue kering ini
sangat mudah ditemui di pasaran.
Namun tahukah Anda, pada zaman dahulu, masyarakat Indonesia sama sekali tak mengenal kue kering, bahkan menyajikannya saat lebaran tiba. Menurut Sejarawan Kuliner, Fadly Rahman, tradisi menyajikan kue kering baru muncul saat masa kolonial Belanda.
“Dulu masyarakat Indonesia menyajikan kudapan-kudapan
daerah seperti yang kita kenal sekarang saat Lebaran. Seperti opak, seperti
apem, rengginang yang sekarang itu sebetulnya masih ada. Namun mereka berada di
belakang bayang-bayang kue-kue Eropa ya, seperti kastengel nastar yang sering
kita jumpai sekarang yang dianggap lebih modern, lebih trendy,” ujar
Fadly ketika dihubungi KompasTravel, Jumat (17/5/2019).
Pria yang juga merupakan
pengajar program studi Sejarah Universitas Padjajaran ini menambahkan, kue-kue
kering yang dikenal masyarakat Indonesia saat ini pertama kali diproduksi di
Indonesia oleh orang Belanda.
“Bagaimana prosesnya bisa menjadi hidangan lebaran ini
tidak bisa dilepaskan dari interaksi sosial budaya masyarakat Bumi Putera,
masyarakat Islam Indonesia, dengan orang-orang Eropa. Dan pada masa abad ke-19
hingga 20 pengaruh budaya Eropa dalam hal kuliner itu begitu banyak diserap
oleh masyarakat Indonesia. Diantaranya aneka kue yang secara nama saja itu
bukan nama Indonesia begitu,” paparnya.
Sejak saat itulah,
sebagian masyarakat Indonesia mulai terpengaruh budaya kuliner Belanda dan
mengalami perubahan selera. Bahkan, menyajikan kue-kue kering di hari Lebaran juga
dapat menunjukkan derajat sosial seseorang. Saat itu, masyarakat Indonesia
menengah ke atas sudah tak mau lagi menyajikan makanan-makanan tradisional yang
terbuat dari sagu, tepung beras, tepung ketan, dan lain sebagainya.
"Masyarakat Indonesia mulai merasa kue
tradisional itu teksturnya lengket, kemudian tidak awet, tapi kalau kue-kue
kering disajikan berhari-hari pun, berminggu-minggu pun akan tetap awet untuk
disajikan termasuk dalam momen lebaran,” lanjut Fadly.
Meski demikian, saat ini
tak hanya masyarakat menengah ke atas saja yang dapat menyajikan kue kering saat
lebaran. Harganya yang terjangkau dan alat produksinya yang semakin mudah
ditemui membuat sajian ini dapat dinikmati siapa saja.(KOMPAS.com/Sherly
Puspita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar